Kamis, 27 Oktober 2016

Naskah Surat Incung Pusaka Debai Saleh Jagung Batuah Dusun Baru Siulak

Naskah Surat Incung Pusaka Debai Saleh Jagung Batuah Dusun Baru Siulak.  

                                                                                                                                                   Diterbitkan oleh Hafiful Hadi Sunliensyar S.Pd 

                                                                                                                                                   Disusun Oleh Rahma Danil

  A. Awal Penemuan

 Naskah ini awalnya disimpan oleh Simpan Lamat alias Induk Kalimah yang merupakan pemakai gelar Debai Saleh di Larik Jagung Batuah Dusun Baru Siulak. Sebagai pemakai gelar "Saleh" yang merupakan gelar perempuan bagi "anak Batino" dalam Suku Kerinci, Simpan lamat bertugas sebagai pelaksana bermacam upacara­upacara ritual adat, pengobatan, dan ritual Asyeik. Namun ketika beliau wafat segala alatalat ritual yang berada di dalam rumahnya dibuang oleh anak keturunannya dengan cara diletakkan dalam makam Ninek Debai yang berada diperbatasan Desa Dusun Baru Siulak dan Siulak Panjang, termasuk pula naskah Surat Incung ini. Dikarenakan penulis masih punya hubungan geneologis dalam luhah Jagung Batuah dari kakek pihak Ayah maka penulis merasa punya tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga naskah ini.

 B. Bentuk dan Fungsi Naskah

 Naskah Surat Incung ini ditulis pada seruas bambu, dengan bagian ujung atas terbuka dan ujung bawah tertutup oleh ruas buku bambu sendiri. Selain berukir dengan tulisan­tulisan incung, pada bagian ujung atas dan bawah naskah terdapat motif geometris, flora dan fauna. Adapun fungsi naskah belum diketahui secara pasti, dari keterangan warisnya naskah bambu diletakkan disamping "Sangkak Luwen" dan sesajian balian di dalam bilik kamar. Namun, menurut Bakhtiar Anip, dulunya naskah­naskah Incung pada dua ruas bambu akan dilantunkan saat seorang bujang bertandang menemui gadis pujaan hatinya. Selain dilantunkan, naskah bambu tersebut juga diisi pasir oleh pemiliknya sehingga saat naskah incung dilantunkan, bambu juga menghasilkan bunyi dari gesekan pasir dan bagian dalam bambu ketika digerak­gerakkan oleh sang Khatib. Kondisi tulisan pada naskah ini relatif baik walaupun pada motif bagian bawah naskah banyak yang terkelupas. 

C. Alih Aksara Naskah 

1. Motif Geometris, Flora dan Fauna 

2. Selanjutnya bunyi salinan naskah sebagai berikut :

Baris 1 [Ukiran bergambar burung sebagai penanda awal dari tulisan] (H)ini surat urang pangigaw lagi tasisih lagi tasiray

 Baris 2 lagi dibuwang kanti sirapat bujang dangan ga

Baris 3 dih hih tubuh badan aku buruk sukat sudah

 Baris 4 halah untung calaka badan hih piya pu

Baris 5 la hati kusut kapala paning badan litak panana

 Baris 6 jauh sabab di ka­u hiya adik intan ma

Baris 7 nawan ka­u haku galar burung sinaraw 

Baris 8 gila ka­u panggila hati haku caya mata mangkuta hati

 Baris 9 Ka­ung sudah mangambur ja­uh mangambik pabisan gatuk 

Baris 10 ka­u niyan hanak datung ka­u niyan haku lawan

 Baris 11 Barusik saja haku tinggan bapanuh hati tatkala mata hari Sambungan tulisan naskah dibuat melintang dari arah tulisan sebelumnya pada ujung bagian bawah bambu atau ujung bagian kanan dari bambu 

Baris 12 [Motif Geometris] jatuh sudah surat 

Baris 13 Hincung Pangulu Bujang

 Baris 14 Dalam Dusun Sulak

 D. Terjemahan dan Penjelasan Isi

         Naskah Naskah ini berisi tentang ratapan seorang Penghulu Bujang yang bermukin di Dusun Sulak terhadap kekasihnya yang pada akhirnya telah memutuskan cintanya dan sang kekasih lebih memilih "Pabisan Geto" atau anak "datung" nya sendiri (Anak lelaki dari Bibi sang kekasih), berikut bunyi naskah dalam Bahasa Indonesia: "Ini Surat Orang Pengigau (pemimpi) lagi tersisih lagi tersirai(tercampak) lagi dibuang oleh kawan baik yang bujang maupun gadis (sesama remaja). Aeh (bermakna meratap) tubuh badanku yang buruk Sukat, sudahlah untung celaka badan. Aeh, Kenapa pula hati kusut kepala pening badan letih pikiran jauh? sebab engkau wahai adik Intan Manawan, engkau aku gelari (engkau aku umpamakan) Burung Sinaraw (Sinaro/Simaro?) gila, engkau penggila hati cahaya mata mangkuta hati, engkau sudah menghambur jauh, memilih "Pabisan Geto" mu nian, memilih anak "Datung"mu nian, aku teman bermain saja, aku yang tinggal berbesar hati. Tatkala Matahari jatuh, Sudahlah surat Incung Penghulu Bujang didalam dusun Sulak"

 E. Istilah­Istilah

 1. Panana (Pengucapan: Panano tergantung dialek dusun masing­ masing) berarti pikiran

 2. Pabisan Gatuk (Pengucapan: Pabisan Gto) adalah istilah untuk menyebut anak dari saudara kandung laki­laki dari pihak ibu atau anak dari saudara kandung perempuan dari pihak bapak

 3. Datung adalah istilah untuk menyebut saudara perempuan dari pihak bapak, atau istri dari paman

 4. Hih/Aeh adalah kata­kata yang sering diucapkan sehari­hari memberikan penekanan ratapan seseorang

F. Dokumentasi

Terbentuk nya asal nama kerinci

TERBENTUK NYA ALAM KERINCI


Sejarah dan Asal mula terbentuknya Kerinci, Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Kerinci ditetapkan sebagai Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Pada tahun 2011, pusat pemerintahan berpindah ke Siulak.[3] Kabupaten Kerinci memiliki luas 3.355,27 km² terdiri atas 12 kecamatan

Sejarah Berdasarkan Catatan China menyebut ada sebuah negeri yang bernama Koying yang berdiri di Abad 2 SM terletak disebuah dataran tinggi dan memiliki Gunung api. Beberapa Ahli berpendapat bahwa Koying identik dengan dataran tinggi Kerinci.[4] Abad 14 M, Kerajaan Dharmasraya mulai menetapkan undang-undang kepada para Kepala suku atau luhah disetiap dusun di Selunjur bhumi Kurinci, Kepala suku tersebut disebut sebagai Depati sebagaimana yang tercantum dalam kitab Undang-undang Tanjung Tanah. Menurut Uli Kozok, negeri Kurinci atau Kerinci tidak sepenuhnya dibawah kendali Dharmasraya, para Depati tetap memiliki hak Penuh atas kekuasaannya, penetapan Undang-undang disebabkan Kerajaan Dharmasraya ingin menguasai perdagangan emas yang saat itu melimpah ruah di Bumi Kerinci.[5] Abad 15 M, Kerajaan Jambi mulai memegang kendali atas Para Depati di Bumi Kerinci, Kerajaan Jambi yang berada di Tanah Pilih, Kota Jambi sekarang. Menunjuk Pangeran Temenggung Kebul di Bukit sebagai wakil Kerajaan Jambi di wilayah hulu berkedudukan di Muaro Masumai, untuk mengontrol dan mengendalikan para Depati di Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi. Para depati yang dulunya terpisah-pisah dalam sebuah kampung atau kelompok kecil disatukan dalam pemerintahan yang dibuat oleh Kerajaan Jambi, Pemerintahan ini disebut dengan Pemerintahan Depati Empat,berpusat di Sandaran Agung. Abad 16 M, Terjadinya perjanjian di Bukit Sitinjau Laut antara Kesultanan Jambi yang diwakili oleh Pangeran Temenggung,Kesultanan Inderapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah dikenal dengan sebutan Tuanku Berdarah Putih dan Alam Kerinci diwakili oleh Depati Rencong Telang dan Depati Rajo Mudo. Isi Perjanjian tersebut intinya untuk saling menjaga keamanan antar tiga wilayah sebab saat itu banyak para penyamun dan perompak yang berada di jalur perdagangan antara Kerinci-Indrapura maupun Kerinci-Jambi. Abad 17 M, terbentuk Pemerintahan Mendapo nan Selapan Helai Kain yang berpusat di Hamparan Rawang, serta beberapa wilayah Otonomi tersendiri seperti Tigo Luhah Tanah Sekudung di Siulak, Pegawai jenang Pegawai Raja di Sungai Penuh .Tahun 1901 M, Belanda Mulai Masuk Ke Alam Kerinci melewati renah Manjuto di Lempur hingga terjadi peperangan dengan beberapa Pasukan Belanda, Pasukan Belanda gagal memasuki Alam Kerinci. Tahun 1903 M, Belanda berhasil membujuk Sultan Rusli, Tuanku Regent sekaligus menjabat Sultan Indrapura untuk membawa pasukan Belanda ke Alam Kerinci dengan tujuan agar tidak terjadi perlawanan dari rakyat Kerinci. Ternyata yang terjadi sebaliknya, Perlawanan Rakyat Kerinci begitu hebatnya hingga terjadi peperangan selama Tiga bulan di Pulau Tengah. Peperangan Pulau Tengah dibawah komando Depati Parbo memakan korban perempuan dan anak-anak yang begitu banyak setelah Belanda membakar habis Kampung tersebut.[6] Tahun 1904 M, Kerinci takluk dibawah pemerintahan Belanda setelah kalah Perang dan Depati Parbo di Buang Ke Ternate

Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, Kerinci masuk ke dalam Karesidenan Jambi (1904-1921), kemudian berganti di bawah Karesidenan Sumatra's Westkust (1921-1942). Pada masa itu, Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling yang dinamakan Onderafdeeling Kerinci-Indrapura. Setelah kemerdekaan, status administratifnya dijadikan Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Sedangkan Kerinci sendiri, diberi status daerah administratif setingkat kewedanaan.[7]. Kewedanan Kerinci terbagi menjadi tiga Kecamatan yaitu 1. Kecamatan Kerinci Hulu terdiri dari Kemendapoan Danau Bento, Kemendapoan Natasari, Kemendapoan Siulak (Wilayah Adat tanah Sekudung serta Kemendapoan Semurup 2. Kecamatan Kerinci tengah terdiri dari Kemendapoan Depati Tujuh, Kemendapoan Kemantan, Kemendapoan Rawang, Kemendapoan Limo Dusun, Kemendapoan Penawar, Kemendapoan Hiang,dan Kemendapoan Keliling danau 3. Kecamatan Kerinci Hilir terdiri dari kemendapoan Danau Kerinci, Kemendapoan 3 Helai Kain, kemendapoan Lempur, dan Kemendapoan Lolo.

Pada tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dipecah menjadi 3 provinsi:

    Sumatera Barat, meliputi daerah darek Minangkabau dan Rantau Pesisir
    Riau, meliputi wilayah Kesultanan Siak, Pelalawan, Rokan, Indragiri, Riau-Lingga, ditambah Rantau Hilir Minangkabau : Kampar dan Kuantan.
    Jambi, meliputi bekas wilayah Kesultanan Jambi ditambah Pecahan dari Kabupaten Pesisir Selatan -Kerinci : Kerinci.

Tahun 1970, Sistem Kemendapoan ( setingkat kelurahan]] yang telah dipakai sejak ratusan tahun lalu, dihapuskan. Istilah Dusun diganti menjadi desa.


Pemekaran


Kabupaten Kerinci terdiri dari 16 Kecamatan, yang terdiri dari : 1. Gunung Tujuh 2. Kayu Aro 3. Kayu Aro barat 4. Gunung Kerinci 5. Siulak 6. Siulak Mukai 7. Air Hangat 8. Air Hangat Barat 9. Depati VII 10. Air Hangat Timur 11. Sitinjau Laut 12. Danau Kerinci 13. Keliling Danau 14. Gunung Raya 15. Bukit Kerman 16. Batang Merangin


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008, beberapa bekas kecamatan di Kabupaten Kerinci ditetapkan untuk menjadi bagian dari Kota Sungaipenuh.


Kecamatan-kecamatan yang dimaksud adalah:



    Hamparan Rawang
    Kumun Debai
    Pesisir Bukit
    Sungai Penuh
    Tanah Kampung


Geografi



Kerinci berada di ujung barat Provinsi Jambi dengan batas wilayah sebagai berikut:
Utara     Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat
Selatan Kabupaten Muko-Muko, Provinsi Bengkulu
Barat     Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat
Timur     Kabupaten Bungo dan Kabupaten Merangin


Demografi



Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, populasi Kabupaten Kerinci berjumlah 229.495 jiwa.[8]. Masyarakat yang mendiami kawasan ini adalah Suku Kerinci. Dan bahasa pengantar yang dipergunakan adalah Bahasa Kerinci.


Budaya

Masyarakat Kerinci menganut sistem adat matrilineal. Rumah suku Kerinci disebut "Larik", yang terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung dan dihuni oleh beberapa keluarga yang masih satu keturunan.

Suku Kerinci memiliki banyak tarian tradisional seperti Tarian Asyeik Naik Mahligai, Mandi Taman, Ngayun Luci tarian ini merupakan peninggalan dari tradisi Animisme. Setelah masuknya Islam, Berkembang Tarian yang lebih Islami seperti tari Rangguk, Sike Rebana, dan Iyo-iyo. Suku Kerinci juga memiliki sastra Lisan yang tertuang dalam bentuk Tale, Barendih, Mantau, Nyaho, Kunun dan K'ba. Selain itu,Suku Kerinci memiliki seni bela diridan permainan tradisional seperti Pencak Silat dan Ngadu Tanduk.


Bahasa



Bahasa Kerinci termasuk salah satu anak cabang Bahasa Austronesia, yang dekat dengan Bahasa Minangkabau.[9] Ada lebih dari 130 dialek bahasa yang berbeda di tiap-tiap desa di daerah Kerinci.

Taman Nasional Kerinci Seblat adalah taman nasional terbesar di Sumatera, Indonesia yang memiliki luas wilayah sebesar 13,750 km² dan membentang ke empat provinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Taman nasional ini terletak pada koordinat antara 100°31'18"E - 102°44'01"E dan 1°07'13"S - 1°26'14"S.

Taman nasional ini terdiri dari Pegunungan Bukit Barisan yang memiliki wilayah dataran tertinggi di Sumatera, Gunung Kerinci (3.805 m). Taman nasional ini juga terdiri dari mata air-mata air panas, sungai-sungai beraliran deras, gua-gua, air terjun-air terjun dan danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara, Gunung Tujuh.

Taman nasional ini juga memiliki beragam flora dan fauna. Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldi, dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu, dan sekitar 370 spesies burung.

Diterimanya Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera ke daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, membuat Taman Nasional Kerinci Seblat juga diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Bersama dengan Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Gunung Kerinci (juga dieja "Kerintji", dan dikenal sebagai Gunung Gadang, Berapi Kurinci, Kerinchi, Korinci, atau Puncak Indrapura) adalah gunung tertinggi di Sumatra, gunung berapi tertinggi di Indonesia, dan puncak tertinggi di Indonesia di luar Papua. Gunung Kerinci terletak di Provinsi Jambi yang berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat, di Pegunungan Bukit Barisan, dekat pantai barat, dan terletak sekitar 130 km sebelah selatan Padang. Gunung ini dikelilingi hutan lebat Taman Nasional Kerinci Seblat dan merupakan habitat harimau sumatra dan badak sumatra.

Puncak Gunung Kerinci berada pada ketinggian 3.805 mdpl, di sini pengunjung dapat melihat di kejauhan membentang pemandangan indah Kota Jambi, Padang, dan Bengkulu. Bahkan Samudera Hindia yang luas dapat terlihat dengan jelas. Gunung Kerinci memiliki kawah seluas 400 x 120 meter dan berisi air yang berwarna hijau. Di sebelah timur terdapat danau Bento, rawa berair jernih tertinggi di Sumatera. Di belakangnya terdapat gunung tujuh dengan kawah yang sangat indah yang hampir tak tersentuh.

Gunung Kerinci merupakan gunung berapi bertipe stratovolcano yang masih aktif dan terakhir kali meletus pada tahun 2009..

Gunung Kerinci berbentuk kerucut dengan lebar 13 km (8 mil) dan panjang 25 km (16 mil), memanjang dari utara ke selatan. Pada puncaknya di sisi timur laut terdapat kawah sedalam 600 meter (1.969 kaki) berisi air berwarna hijau. Hingga sekarang, kawah yang berukuran 400 x 120 meter ini masih berstatus aktif.

Gunung Kerinci termasuk dalam bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). TNKS adalah sebuah wilayah konservasi yang memiliki luas 1.484.650 hektare dan terletak di wilayah empat provinsi, yang mana sebagian besarnya berada di wilayah Jambi. TNKS sendiri merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari utara ke selatan di Pulau Sumatra.

Gunung Kerinci merupakan gunung tipe A aktif yang berada sekitar 130 kilometer arah Selatan Kota Padang. Tipe Letusan : Tipe Hawaii Bentuk Gunung : Gunung Strato atau Kerucut Tipe Erupsi : Erupsi Eksplosif Keaktifan Gunung : Tipe A


Flora dan Fauna



Tumbuhan dataran rendah didominasi oleh beberapa jenis mahoni, terdapat juga tumbuhan raksasa Bunga Raflesia Rafflesia Arnoldi dan Suweg Raksasa Amorphophallus Titanum. Pohon cemara juga tumbuh di Gunung Kerinci. Dengan Taman Nasional Leuser, taman ini terhalang oleh Danau Toba dan Ngarai Sihanok. Sehingga beberapa binatang yang tidak terdapat di Taman Leuser ada di sini, seperti tapir (Tapirus indicus) dan kuskus (Tarsius bancanus).

Banyak terdapat binatang khas Sumatera seperti gajah, badak sumatera, harimau, beruang madu, macan tutul, kecuali orang utan. Berbagai primata seperti siamang, gibbon, monyet ekor panjang, dan Presbytis melapophos. Terdapat juga 140 jenis burung.

Gunung ini dapat ditempuh melalui darat dari Jambi menuju Sungaipenuh melalui Bangko. Dapat juga ditempuh dari Padang, Lubuk Linggau, dan Bengkulu. Dengan pesawat terbang dapat mendarat di Padang atau Jambi.

Keindahan panorama yang natural dengan kekayaan flora dan fauna, dapat ditemui mulai dari dataran rendah hingga puncak Gunung Kerinci, tidak hanya untuk dinikmati tetapi sangat baik untuk melakukan penelitian dan pendidikan. Pendakian ke puncak Gunung Kerinci memakan waktu dua hari mulai dari Pos Kersik Tuo.

Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro berada pada ketinggian 1.400 mdpl dengan penduduk yang terdiri dari para pekerja perkebunan keturunan Jawa, sehingga bahasa setempat adalah bahasa Jawa. Dari Kersik Tuo kita menuju ke Pos penjagaan TNKS atau R10 pada ketinggian 1.611 mdpi dengan berjalan kaki sekitar 45 menit melintasi perkebunan teh.

Pondok R 10 adalah pondok jaga balai TNKS untuk mengawasi setiap pengunjung yang akan mendaki Gunung Kerinci. Dari R10 kita menuju ke Pintu Rimba dengan ketinggian 1.800 mdpl, Jaraknya sekitar 2 km dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan. Medannya berupa perkebunan/ladang penduduk, kondisi jalan baik (aspal) sampai ke batas hutan.

Pintu Rimba merupakan gerbang awal pendakian berada dalam batas hutan antara ladang dan hutan heterogen sebagai pintu masuk. Pintu Rimba berada pada ketinggian 1.800 mdpl. Di sini ada lokasi shelter dan juga lokasi air kurang lebih 200 meter sebelah kiri. Jarak tempuh ke Bangku Panjang 2 km atau 30 menit perjalanan, lintasannya agak landai memasuki kawasan hutan heterogen.

Pos Bangku Panjang dengan ketinggian 1.909 mdpl, terdapat dua buah shelter yang dapat digunakan untuk beristirahat. Menuju Batu Lumut medan masih landai jarak 2 km dengan waktu tempuh sekitar 45 menit melintasi kawasan hutan. Pendaki dapat beristirahat di Pos Batu Lumut yang berada di ketinggian 2.000 mdpl, namun di sini tidak ada shelter-nya. Terdapat sungai yang kadang kala kering di musim kemarau.

Untuk menuju Pos 1 yang berjarak sekitar 2 km dari Batu Lumut kita membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Jalur memasuki kawasan hutan yang lebat dan terjal dengan kemiringan 45 hingga 60 derajat.

Pos 1 ini berada di ketinggian 2.225 mdpl dan terdapat sebuah pondok yang dapat digunakan untuk beristirahat. Untuk menuju Pos 2 jarak yang harus ditempuh sekitar 3 km dengan waktu tempuh 2 jam. Di lintasan ini kadang kala dijumpai medan yang terjal dengan kemiringan hingga 45 derajat tetapi masih bertemu dengan medan yang landai.

Terdapat sebuah Pondok yang sudah tua di Pos 2 yang berada di ketinggian 2.510 mdpl, di sini pendaki dapat beristirahat. Untuk menuju Pos 3 jarak yang harus ditempuh adalah 2 km dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Di lintasan ini dapat kita jumpai tumbuhan paku-pakuan dengan kondisi hutan yang agak terbuka.

Terdapat Pondok yang sudah rusak tinggal kerangkanya di Pos 3 yang berada di ketinggian 3.073 mdpl. Di tempat ini pendaki dapat beristirahat dan masih nyaman untuk mendirikan tenda karena masih terlindung oleh pepohonan. Waktu tempuh untuk menuju puncak dari pos ini sekitar 4 jam.

Untuk menuju ke Pos 4 jarak yang harus ditempuh sekitar 1,5 km, memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Kondisi jalur berupa bekas aliran air sehingga akan berubah menjadi selokan bila turun hujan. Pos 4 berada pada ketinggian 3.351 mdpl, tempat ini cukup lapang dan bisa untuk mendirikan beberapa tenda, namun cuaca di sini sering kali tidak bersahabat. Lintasan selanjutnya untuk menuju puncak berupa pasir dan batuan cadas. Jarak tempuh menuju puncak 2 km dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Di lintasan ini pendaki perlu ekstra hati-hati.

BAHASA YANG DI ANUT DAN BUDAYA KERINCI

Nama Kerinci berasal dari bahasa Tamil, yaitu nama bunga kurinji (Strobilanthes kunthiana) yang tumbuh di India Selatan pada ketinggian di atas 1800m yang mekarnya satu kali selama dua belas tahun. Karena itu Kurinji juga merujuk pada kawasan pegunungan. dapat dipastikan bahwa hubungan Kerinci dengan India telah terjalin sejak lama dan nama Kerinci sendiri diberikan oleh pedagang India Tamil

Suku Kerinci sebagaimana juga halnya dengan suku-suku lain di Sumatera adalah penutur bahasa Austronesia.

Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat suku Kerinci termasuk dalam kategori Proto Melayu, dan paling dekat dengan Minangkabau Deutro Melayu dan Jambi Deutro Melayu. Sebagian besar suku Kerinci menggunakan bahasa Kerinci, yang memiliki beragam dialek, yang bisa berbeda cukup jauh antar satu dusun dengan dusun lainnya di dalam wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Madya Sungai Penuh - setelah pemekaran wilayah tahun 2008. Untuk berbicara dengan pendatang biasanya digunakan bahasa Minangkabau atau bahasa Indonesia (yang masih dikenal dengan sebutan Melayu Tinggi).

Suku Kerinci memiliki aksara yang disebut aksara incung yang merupakan salah satu variasi surat ulu.

Sebagian penulis seperti Van Vollenhoven memasukkan Kerinci ke dalam wilayah adat (adatrechtskring) Sumatera Selatan, sedangkan yang lainnya menganggap Kerinci sebagai wilayah rantau Minangkabau.

Suku Kerinci merupakan masyarakat matrilineal

Sebagaimana diketahui dari Naskah Tanjung Tanah, naskah Melayu tertua yang ditemukan di Kerinci, yang dikirimkan oleh raja Malayu di Dharmasraya pada abad ke-14 kepada depati di Kerinci dan telah disetujui oleh maharajadiraja Adityawarman yang berada di Suruaso dekat Pagaruyung di Tanah Datar.


Pemerintahan



Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin disebut dengan Sko yang Tigo Takah, terdiri dari Sko Depati, Sko Pemangku dan Sko Permenti Ninik Mamak. Depati merupakan jabatan tertinggi dibawahnya adalah Pemangku yang merupakan Tangan kanan dari Depati, Dibawah Pemangku ada Permenti Ninik Mamak (Rio, Datuk, Ngebi) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat.Wilayah Depati Ninik Mamak disebut ‘ajun arah’. Struktur pemerintahan Kedepatian di Alam Kerinci disebut dengan Pemerintahan Depati Empat Diatas dan Tiga dibaruh, Pemangku Lima, Delapan Helai Kain

Depati Tiga dibaruh memerintah di Alam Kerinci Rendah, wilayah Kabupaten Merangin Sekarang yang, terdiri dari :


1. Depati Setio Rajo berkedudukan di Lubuk Gaung

2. Depati Setio Nyato berkedudukan di Tanah Renah

3. Depati Setio Beti berkedudukan di Beringin Sanggul

Depati Empat diatas memerintah di Alam Kerinci Tinggi, Wilayah Kabupaten Kerinci bagian Hilir Sekarang, yang terdiri dari :


1. Depati Muaro Langkap berkedudukan di Tamiai

2. Depati Incung Telang berkedudukan di Pulau Sangkar

3. Depati Biang Seri berkedudukan di Pengasi

4. Depati Batu Hampar berkedudukan di Tanah Sandaran Agung

Kemudian di Wilayah Kerinci Bagian Tengah berdiri Mendapo nan Selapan Helai Kain yang terdiri dari :


1. Depati Serah Bumi beserta kembar rekannya di wilayah Seleman

2. Depati Mudo Terawang Lidah beserta Kembar rekannya di wilayah Penawar

3. Depati Atur Bumi beserta kembar rekannya di wilayah Hiang

4. Depati Mudo Udo Nenggalo Terawang Lidah beserta Kembar Rekannya di wilayah Rawang (Mendapo Tap)

disebut dengan Tigo Dihilir Empat Tanah Rawang

5. Depati Kepalo Sembah beserta kembar rekannya di wilayah Semurup

6. Depati Situo beserta Kembar rekannya di wilayah Kemantan

7. Depati Sekungkung beserta kembar rekannya di Depati Tujuh

8. Depati Punjung Sepenuh Bumi ( Depati Singa Lago) beserta kembar rekannya diwilayah Rawang ( Mendapo Balun)
disebut dengan Tigo di Mudik Empat Tanah Rawang.

Pemangku yang berlima orang :


1. Pemangku Sayo( Seraya) Rajo di Koto Petai

2. Pemangku Cayo Rajo di Semerap Ujung Pasir

3. Pemangku Cayo Derajo di Semerah Bungo Tanjung

4. Pemangku Derajo di Sebukar Koto Iman

5. Pemangku Malin Deman di Tanjung Tanah

ditambah dengan Sungai Penuh sebagai Pegawai Jenang, Pegawai Rajo, Pegawai Syara' Suluh Bindang Alam Kerinci di bawah Pemerintahan Depati Nan Batujuh Permenti Nan Sepuluh Pemangku duo Ngebi Teh Setio Bawo, yang merupakan Turunan dari Siak Lengih salah satu penyebar Islam di Kerinci, Siak Lengih diceritakan masih merupakan Kerabat dekat dari Tuan Kadhi dari Padang Genting.

Depati Nan bertujuh :


1. Depati Santiudo di Sungai Penuh

2. Depati Payung di Pondok Tinggi

3. Depati Pahlawan Negaro di Dusun Bernik

4. Depati Alam Negeri di Dusun baru

5. Depati Simpan Negeri di Dusun Baru

6. Depati Nyato Negaro di Koto Renah

7. Depati Sungai penuh di Sungai Penuh

Permenti nan Sepuluh :


1. Datuk Singarapi Putih

2. Rio Jayo

3. Rio Mendiho

4. Rio Sengaro

5. Rio Temenggung

6. Rio Pati

7. Rio Mandaro

8. Datuk Capeti Uban

9. Datuk Capeti Kudrat

10. Datuk Singarapi Gagak

Pemangku yang berdua


1. Pemangku Rajo

2. Rio Mangku Bumi *

Selain pemerintahan diatas, terdapat pemerintahan Otonomi tersendiri yang diakui kedudukannya oleh Kesultanan Jambi, Kesultanan Pagaruyung maupun Kesultanan Indrapura seperti :

A.Pemerintahan Tigo Luhah Tanah Sekudung berkedudukan di Siulak


Disebut Anjung lain Tepian Dewek, Adat Lain Pusako Mencin, di bawah pemerintahan Depati Bertiga, Bungkan Perbakalo yang Empat, Ninik Mamak Permenti Nan Salapan

Depati bertiga terdiri dari :


1. Depati Intan Kumbalo Bumi Kum Segalo Bumi Rajo di Siulak Mukai

2. Depati Mangkubumi Kulit Putih Suko Berajo di Siulak Panjang

3. Rajo Simpan Bumi Tunggun Setio Alam di Siulak gedang

Bungkan Perbakalo yang Empat :

1. Demang Sakti

2. Jagung Tuo Nyato Depati

3. Jindah Tuo Susun Negeri

4. Serajo Tuntut gedang

Ninik Mamak Permenti yang Delapan :


1. Rajo Liko

2. Rajo Indah

3. Rajo Penghulu

4. Temenggung Tuo Susun Negeri

5. Serajo Tumbuk Kris

6. Rio Mudo Mangku Bumi

7. Datuk Depati Paduko Rajo

8. Sulah Putih

B. Wilayah Kumun, Batu Gong Tanah Kurnia

dibawah pemerintahan Depati berempat :

1. Depati Galang Negeri

2. Depati Puro Negaro

3. Depati Sampurno Bumi Putih

4. Depati Nyato Negaro

C. Lolo, Seliring Kulambo Rajo


D. Lempur Lekuk Limo Puluh Tumbi


I. Enam Depati dari Pulau Sangkar


1. Depati Kerinci

2. Depati Anggo

3. Depati Sangkar

4. Depati Suko Berajo

5. Depati Gung

6. Depati Talago

II. Enam Depati dari Serampas1. Depati Pulang


2. Depati Naur

3. Depati Serampas

4. Depati Ketau

5. Depati Payung

6. Depati Karamo

Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal putus, memakan habis, membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk memutuskan suatu perkara. Dalam dusun ada 4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan dan pemuda. Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903. Sesudah tahun 1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader. Pemerintahan dusun(pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi. Segala maslah dusun, anak kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

Tari Tauh Daerah Kerinci Jambi

TARI TAUH

Hasil gambar untuk tari tauh kerinci siulakTarian ini merupakan tarian khas daerah Lekuk 50 Tumbi Lempur Kecamatan Gunung Raya,biasanya dilaksanakan pada saat ada perayaan perayaan Kenduri Sko dan penyambutan tamu.
Tarian ini dibawakan laki laki dan perempuan (berpasang pasangan)sering dilakukan sambil berdiri dan diiringi dengan musik rebana, gong dan nyanyian klasik yang disebut mantun yang mengisahkan kehidupan masyarakat   desa, percintaan, adat istiadat dan lain lain.
Para penari memakai busana khas Lempur berwarna hitam atau coklat serta memakai tutup hiasan perak.Tari tauh sering kali dipertunjukan dilapangan terbuka namun ada juga di dalam ruangan hal itu sesuai dengan waktu dan ruangan acara.
Pemakaian kostum dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat acara yang sedang berlansung, dan pada saat acara acara yang berhubungan dengan acara adat lazimnya menggunakan kostum adat atau bagi perempuan dapat menggunakan baju kurung,bagi pria dapat menggunakan kostum pencak silat, semuanya tergantung pada situasi yang tengah terjadi, dan secara umum para penari dapat menggunakan kostum sehari hari dan tidak terikat, akan tetapi semestinya di sesuaikan dengan situasi dan kondisi
Pada acara kenduri adat atau pada saat kedatangan tamu kehormatan,lazimnya para penari menggunakan kostum khusus yakni memakai baju beludru hitam atau coklat dengan hiasan kepala Kuluk, tisu (agar mudah di pasang), kecipung (biasa dipakai istri raja), peribut (untuk dayang-dayang raja).
Selain itu juga menggunakan selendang merah yang bermakna keberanian,rok penari wanita dinamakan tanjung beremas. Makna dari kostum tersebut : berjiwa luhur, berlapang dada.
Kesimpulan dialog bersama maestro Tari Tauh Lempur Kecamatan Gunung Raya disimpulkan bahwa kata Tauh dalam tarian ini bermakna ‘ta’ berarti tarap dan ‘uh’ berarti jauh. Jadi, tauh adalah singkatan dari tarap jauh.
Tarap artinya memanggil, mengajak atau meminta seseorang untuk ikut bersamanya. Apabila dalam suatu keramaian di sebuah acara di desa, maka tauh itu berarti mengajak seseorang untuk ikut bernari.
Menari disini bukanlah menari secara berdekatan, tapi menari dengan jarak kira-kira 3 atau 4 langkah secara berpasangan. Mulai saat itulah tauh berarti menarap dari jauh dan mengajak menari secara berjauhan.
Pengertian yang lebih luas lagi tauh adalah mengajak orang lain untuk menari bersama-sama dengan menggunakan jarak, sehingga diantara penari itu tidak saling bersentuhan.
Jadi, arti tauh di desa itu adalah menari bersama-sama atau berpasangan. mari bertauh maksudnya mari menari. Tari tauh hanya ada di kecamatan Gunung Raya, desa Lempur khususnya. Selain di desa ini di desa lainpun juga sudah berkembang, namun asal tari ini konon berkembang di desa Lempur.
Tari tauh termasuk tari pergaulan, tidak saja dipertunjukkan oleh muda-mudi, tetapi juga yang tua-tua, misalnya dalam acara keramaian kenduri sko, maka yang menari adalah tua-muda, laki-laki perempuan, bahkan kaum manula juga ikut menari berpasangan membawakan tari tauh ini. Pasangannnya tidak terikat muda-mudi saja, tetapi boleh juga lelaki saja atau wanita saja.
Dalam tradisi tari Tauh sang Maestro menyenandungkan Mantau, lazimnya Mantau digunakan untuk penyambutan tamu kehormatan.Mantau merupakan pantun pantun/syair syair berima yang di lantunkan pada saat melakukan tarian tauh.
Tarian ini lazimnya di gelar pada saat acara kenduri adat/kenduri pusaka , atau di pertunjukkan pada saat adanya keramaian kunjungan pejabat dan dapat di pertunjukkan pada saat gotong royong beselang/dan atau menuai padi dan tari tradisional Tauh merupakan sarana hiburan masyarakat dan dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk menjalin kasih diantara dua hati yang berpadu
Sebagai pengiring tari ini adalah berupa alat tabuhan dan vokal. Alat tabuhannya adalah dua buah rebana besar yang disebut dap dan sebuah gong. Yang menabuh dap adalah laki-laki, dan yang menabuh gong biasanya seorang perempuan.
Vokal disebut mantau, artinya memanggil dengan suara yang lengking dan lantang oleh seorag wanita atau juga saling bersahutan antara laki-laki dan perempuan. Vokal yang juga disebut seni suara atau nyanyi berisikan pantun-pantun. Ada pantun muda-mudi, pantun nasib dan lain-lain. Irama dari pada mantau tersebut adalah :
Pemuda :
Cubo-cubo klasik julai
Mak tantu padi dengan gento
Cubo-cuo usik dengan kami
Mak tantu budi dengan baso
Pemudi :
Apo di arap padi jerami
Padi idak gento idak ado
Kacang remang jauh sekali
Apo di arap pada kami
Budi idak basi idak ado

Padoman jauh sekali     

Sedikit dari saya kurang lebih atau ada kata kata yang salah tolong di maafkan.

Tiang Bungkuk Asal Kerinci


PENDEKAR TIANG BUNGKUK DARI KERINCI


Pada zaman dahulu, di kerinci ada seorang adipati, adipati adalah gelar seorang pemimpin tertinggi dalam daerah kerinci, pusat pemerintahannya berada di Tamiai dan pada zaman itu kerinci telah menjalin hubungan erat dengan kerajaan mataram di jawa. Adipati kerinci yang pertama (Tiang Bungkuk Mendugo Rajo) minta kepada pusat kerajaan mataram supaya mengirim “kain kebesaran” Adipati. Dikirimlah kain kebesaran Adipati untuk Kerinci sebanyak 4 (empat) helai. Di tengah perjalanan kain tersebut dicopot oleh Raja Jambi, dengan maksud Jambi sendiri yang mengantar kain tersebut.
Terbetik berita dapat kabar oleh Tiang Bungkuk Mendugo Rajo, bahwa kain kebesaran sudah dicopot maka amarah beliau memuncak, sehingga “kalau berletuk (berjantung) pisang menghadap daerah Jambi ditebasnya, kalau berkokok ayam menghadap daerah Jambi dipancungnya hidup-hidup”. Dan terakhir beliau mengumumkan, ultimatum perang dengan Jambi.
Oleh Raja Jambi untuk pertama kali mengirim beberapa orang dubalang-dubalang pilihan  guna menangkap Tiang Bungkuk Mendugo Rajo hidup atau mati, sekurang-kurangnya kepalanya dibawa ke Jambi. Namun, apa yang terjadi? Semua dubalang-dubalang pilihan saat mengadakan tangkap-menangkap dan perkelahian sengit, semuanya disapu bersih oleh Tiang Bungkuk dengan keris saktinya. Kemudian serangan yang kedua, Raja Jambi memilih lagi dubalang-dubalang yang ternama, antara lain dipilih Jenang yang 40 dari Jambi sembilan lurah. Dalam serangan kedua ini juga Jenang yang 40 hilang raib padam berito, semuanya terkubur di Tamiai.
Mendengar ini Raja Jambi kewalahan. Untuk kali yang ketiga, Raja mengumpulkan staf pemerintahannya dan dubalang-dubalang dengan mengadakan musyawarah. Raja mengemukakan, siapa diantara mereka yang sanggup menangkap Tiang Bungkuk. Seorang ahli diplomat kerajaan, cerdik cendekiawan jaris bijaksana, Pangeran Temanggung menunjuk tangan.
Dia sanggup menangkap Tiang Bungkuk dengan syarat, yaitu, beri saya baju kebesaran kerajaan, yang terbuat dari sutera dan bersulamkan benang emas, sehingga menyilaukan mata saat memandangnya dan beri saya dubalang-dubalang yang terpilih lagi kuat, sebab Pangeran Temenggung sudah memikirkan masak-masak. Tiang Bungkuk dengan kerisnya tak mudah dikalahkan begitu saja. Semua permintaan Pangeran Temenggung dikabulkan oleh Raja Jambi.
Setelah segala sesuatunya siap, sesampainya Pangeran Temenggung dan kawan-kawanya di suatu tempat, yakni “serpih” yang sekarang ini, terletak antara Jambi dengan Kerinci, Pangeran Temenggung pergi “tarak” (mengadakan pertapaan di puncak sebuah bukit) dengan hasratnya, “kalau berhasil rencana saya “nyerpihlah” bukit ini.
Hasil gambar untuk pendekar tiang bungkuksedikit gambar dari pendekar tiang bungkuk.
Lamalah sudah pertapaan dilakukan, akhirnya bukit itu “nyerpih/terbelah”. Sampai sekarang bukit ini bernama “serpih”. Pangeran Temenggung sudah mengambil kepastian, bahwa rencananya akan berhasil. Maka Pangeran Temenggung dan kawan-kawannya dubalang-dubalang pilihan berangkat ke tempat Tiang Bungkuk di Tamiai.
Sesampai di Tamiai Pangeran Temenggung mengutus beberapa orang untuk menghadap Tiang Bungkuk, dan Tiang Bungkuk berkata: “berapa orang lagi dubalang yang mau tewas?”. Utusan menjawab: “kedatangan kali ini tidak hendak mengadakan cekak-kelahi (perang), kedatangan kali ini adalah hendak berunding”. Tiang Bungkuk mempersilahkan para tamu datang dan meladeni para tamu itu dan mengadakan perundingan. Isi perundingan :
Kami datang. Pergi yang dilepas. Jika balik yang di nanti. Dilepas (di utus oleh Raja) pergi dengan pelepasnya, balik dengan penantinya. Jika pergi tampak punggung, jika datang tampak muka, seraya menunjukkan baju kebesaran dengan di iringi perkataan lemah lembut. “baju ini adalah baju kerajaan, yang kami sembahkan untuk Tuan kami akui menjadi Raja daerah ini Paduko Tiang Bungkuk Mendugo Rajo”.
Mendengar pengakuan tersebut Tiang Bungkuk berbesar hati, dengan tak sadar baju di ambil dan langsung di kenakan. Ketika Tiang bungkuk mengarungkan lengan baju dan tertutup matanya oleh baju, Pangeran Temengung memberi isyarat kepada dubalang-dubalang pilihan : “perintah tangkap!”.
Tiang bungkuk malang bagi dirinya. Dia diringkus dan mencoba dengan kekuatan bathinya hendak membela diri, tapi apa daya tikus seekor, pemenggal seratus, semuanya jadi sia-sia apalagi keris saktinya sedang tidak di tangannya. Tiang Bungkuk dikeroyok oleh Pangeran Temenggung dan kawan-kawannya namun semuanya tidak ada yang mempan. Akhirnya dalam keadaan terikat, di usung bersama-sama ke Jambi. Di dalam perjalanan Tiang Bungkuk mengalami siksaan yang amat sangat.
Sampai di Muara Masumai, Tiang Bungkuk diikat dan dibenam di bawah rakit. Sesampainya di Jambi, Tiang Bungkuk tetap dalam keadaan sehat, sekali pun telah beberapa hari tidak diberi makan dan minum. Di Jambi, Tiang Bungkuk mengalami siksaan demi siksaan. Akhirnya karena penderitaan Tiang Bungkuk sudah memuncak, maka beliau mengajukan satu permohonan terhadap Raja Jambi, yakni “sebelum saya menghembuskan nafas terakhir, saya ingin sekali mencicipi makanan dari Kerinci”. Oleh Raja Jambi permohonan beliau ini dikabulkan dan mengutus beberapa orang dubalang untuk berangkat ke Kerinci (Tamiai).
Segala pesan beliau tersebut disampaikan kepada istri Tiang Bungkuk, yakni Nai Meh Bulan. Oleh seorang istri yang arif-biaksana, “kilat cerminlah ke muka, kilat beliung lah ke kaki”. Maka dimasaklah lemang, di dalam lemang di masukkan keris sakti , dan di buat lepat, di dalam lepat di isinya “pisau rencong” sakti untuk membunuh orang kebal (keramat). Setelah semuanya selesai dibungkuslah lemang dan lepat baik-baik agar rahasianya jangan sampai bocor.
Sesampainya di Jambi dipersembahkan kiriman dari istri Tiang Bungkuk kepada Raja Jambi. Maka Raja ingin mengetahui isinya, apa nian kiriman tersebut, lemang dibelah dan toh ternyata dalam lemang berisi keris dan lepat dibuka, ternyata dalam lepat berisi pisau rencong.
Tiang Bungkuk dibawa menghadap Raja Jambi. Raja Jambi mengemukakan pendapatnya, yaitu keris dan pisau rencong kepada Tiang Bungkuk, Tiang Bungkuk sendirilah yang menyatakan : “itulah satu-satunya senjata yang mempan membunuh saya, andaikan senjata itu kalau dapat saya rebut darimu, Jambi Sembilan Lurah akan saya selesaikan, dan sekarang saya relakan nyawa saya”. Dengan keris pusakanya sendiri Tiang Bungkuk diselesaikan ajalnya.
Sebelum nyawa bercerai dengan badannya Tiang Bungkuk menyampaikan pesan terakhir, “ bilamana kelak anak-cucu atau keturunan saya mandi di atas kuburan saya, kuatnya lebih dari saya, saktinya berlebih dari sakti saya ”. Mendengar ini, menjadi pesan dendam dan sumpah bagi Raja Jambi sampai kepada turunan Raja Jambi. Tidak akan menunjukkan “Kuburan TIANG BUNGKUK MENDUGO RAJO” sampai sekarang ini.

Setelah Tiang Bungkuk Wafat

Setelah Tiang Bungkuk menjalani hukuman penjara beberapa bulan dan sampai awal tahun 1526 Masehi, ia merasakan sudah tidak mungkin lagi mengadakan perlawanan terhadap Rajo Melayu Jambi kalau hanya seorang diri, apa lagi rakyat Kerinci telah tunduk menyerah kepada Kerajaan Melayu Jambi, lebih-lebih kawatir akan keselamatan anak dan isterinya beserta para keluarga yang tinggal di Kerinci.
Maka setelah tiu ia melakukan solat istikhoroh dan bertaubat serta berdoa kepada Allah ia mengambil keputusan: “Daripada menyerah kalah kepada Rajo Melayu Jambi yang hanya pandai memungut uang jajah kepada rakyat, lebih baik mati berputih tulang diujung keris pusako sendiri, dari pada hidup berputih mato menanggung malu”. 
Begitulah kesimpulan yang diputuskan oleh Tiang Bungkuk, sebelum keputusan diambil, pada suatu kesempatan yang baik ia berpesan kepada isteri dan saudara perempuannya yang berada di Tamiyai Kerinci, agar pusako Keris Tubanso dikirim kepadanya di Tanah Pilih Jambi, konon kabarnya yang dimaksud dengan Tubanso itu adalah sebuah keris kecil yang jadi pusako disimpan oleh ibunya di Tiang Tuo di rumah orang tuanya di Tamia, karena keris itu lahir dari rahim ibunya bersama dengan Tiang Bungkuk.
Sewaktu Tiang Bungkuk lahir tidak diiringi dengan ke tuban, kelahiran keris itu dirahasiakan dan tida ada orang yang mengetahuinya kecuali kakak perempuannya dengan ibu kandungnya, dan menurut firasat ibunya tubuh Tiang Bungkuk tidak bisa dimakan oleh senjata yang lain, selain dari keris tersebut.
Oleh karenanya keris kecil itu bungkuk dan disimpan ibunya di Tiang Tuo maka anaknya ia namai Tiang Bungkuk, dan setelah kakak perempuannya menerima pesan dari Tiang Bungkuk, maka mengertilah kakaknya itu akan apa arti dari pesan itu.  Namun sebelumnya Tiang Bungkuk pernah menyampaikan pesan kepado Rajo Jambi bahwa “kalau seandainya aku mati nanti, dan siapa saja anak cucu yang menziarahi kuburan aku, maka dia akan lebih kuat dan lebih hebat dari aku, dan dia akan menjadi rajo Jambi”.
Pada suatu hari kakak perempuan Tiang Bungkuk membuat lemang beras pulut yang ia campuri jagung, lalu batang lemang itu diisinya dengan Keris Tubanso tanpa seorang pun yang mengetahuinya, dan selanjutnya lemang itu dengan antar oleh kakak perempuan bersama dubalang dan inang pengasuhnya.
Sesampainya di Jambi, kakak perempuannya meminta izin untuk mengantarkan lemang dan makan untuk Tiang Bungkuk, dan setelah keris itu sampai ke tangan Tiang Bungkuk, maka tepatnya sepenggal matahari naik ia menikam dadanya dengan keris tubanso itu, lalu keris tertusuk di hatinya menembus sampai ke jantung maka darah bercucuran keluar dari tubuhnya lau ia menghapuskan nafas penghabisannya.
Ketika para penjaga mau mengantar makan pagi kepada Tiang Bungkuk yang berada dalam penjara, penjaga terkejut menyaksikan ia telah meninggal, lalu diberitahukan kepada Kerajaan bahwa Tiang Bungkuk telah meninggal karena tusukan keris pusakonya sendiri. Pihak kerajaan memerintahkan mayat Tiang Bungkuk dikuburkan, maka bersiap-siaplah para Dubalang raja Jambi dan petugas penjara untuk memandikan jenazah beliau.
Tetapi Allah Maha Kuasa dari segala yang kuasa, ketika para dubalang dan penjaga penjara untuk mendekati tubuh beliau dengan takdir Allah Swt datang guntur-petir yang luar biasa keras bunyinya menghantam atap penjara kerajaan, dan tiba-tiba gelap oleh asap hitam hari siang bagai gelap malam sehingga tidak sedikitpun yang tampak kelihatan oleh mata.
Setelah asap hilang dari ruangan di mana jenazah Tiang Bungkuk berada, dan suasana telah menjadi terang kembali, maka semua yang berada diruangan itu terkejut dan menjadi heran, karena jenazah beliau sudah hilang dan tidak ada lagi ditempat pembaringan beliau, raib entah kemana, tidak ada bekas dan khunutnya lagi, walau dicari kemana saja, sehigga timbul tahayul waktu itu bahwa jenazah Tiang Bungkuk telah jadi petir dan asap hitam.
Setelah itu dalam beberapa hari suasana menjadi menjadi tidak menentu, apalagi ada pesan Tiang Bungkuk kepada sipir penjara dan dubalang raja. Sehingga timbul bermacam kegundahan dari raja Jambi tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi akibat tindakan yang tidak sepantasnya dari dubalang raja mulai dari penangkapan beliau di Kerinci. Tidak sepantasnya tawanan perang diberlakukan dengan tidak terhormat, dihina, dicaci, diperlakukan dengan tidak senonoh, ditusuk dengan berbagai macam senjata ke badan beliau.
Malah yang lebih sadis diluar pikiran manusia sehat sepanjang perjalanan dibenamkan dalam air, diikat di bawah Jung (kapal) Pangeran Temenggung. Pihak kerajaan baru menyadari bahwa yang diperjuangkan oleh Tiang Bungkuk itu adalah mempertahan negeri mereka dari maksud Raja Jambi untuk mencaplok Kerinci sebagai bagian dari Kerajaan Jambi.
Sedangkan mereka adalah wilayah yang berdaulat dan tunduk pada kerajaan Melayu Pagarruyung. Mereka merasa bahwa Kerajaan Melayu Jambi belum pernah menginjak kaki di Kerinci sebelumnya sehingga wajar mereka tidak rela mereka diminta membayar uang jajah. Pokoknya bermacam-macam pemikiran dan tafsiran situasi dan kondisi yang terjadi saat itu, terjadi keresahan dan ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi.
Kemudian sempat pula didiskusikan apa yang harus dilakukan kalau sebagai persiapan kalau ada pertanyaan kenapa Tiang Bungkuk meninggal? Apakah jawaban dari pihak Kerajaan Jambi kalau seandainya terdapat pertanyaan dari Kerajaan Pagarruyung? dan banyak isu lain lagi yang berkembang di masyarakat semasa itu.
Terlepas dari itu semua, yang jelas pihak Kerajaan Jambi tetap menguburkan beliau, di Solok Sipin sekarang ada sebagian yang masih menduga adalah kuburan Tiang Bungkuk, kemudian di Rantau Mojo – Kabupaten Muara Jambi terdapat juga kuburan keramat yang juga diduga kuburan Tiang Bungkuk, namun secara umum kuburan itu dirahasiakan oleh pihak Kerajaan.
Sebagai pertanggung jawaban pada keluarga Tiang Bungkuk di Kerinci dikirimkan pakaian dan jubah beliau dan beberapa barang perlengkapan beliau yang dikirim kembali ke sanak keluarga di Tamiai. Sampai sekarang barang-barang peninggalan Tiang Bungkuk masih disimpan sebagai benda pusako rakyat Tamiai.
Sesudah meninggalnya Tiang Bungkuk, maka kakak perempuannya kembali pulang ke Kerinci melalui jalan arah ke barat daya, tepatnya melalui yang melalui Kota Sarolangun sekarang. Di sepanjang sungai tersebut banyak dubalang kerinci yang kawin dengan penduduk setempat dan berkembang sampai sekarang.
Terakhir kakak beliau pulang tidak sampai ke Kerinci, namun kawin dengan penduduk Muaro Rupit, dan sampai sekarang sebagian besar penduduk desa Tarusan Muaro Rupit adalah keturunan Tiang Bungkuk.

Gelar-gelar adat dari Kerinci sampai sekarang masih terbawa dan sering dijadikan ‘forklor’ atau legenda dari buyut mereka Tiang Bungkuk.